Bergabung dalam sebuah organisasi kampus memang tidak menjadi pilihan banyak mahasiswa. Jika harus memilih, banyak dari kita akan masuk ke tim futsal atau choir. Padahal himpunan atau BEM tak kalah serunya loh. Yah, meski diselimuti oleh berbagai isu yang membuat calon pendaftarnya mikir dua kali. Ada yang bilang anak organisasi itu DPR nya kampus. Kumpulan orang-orang yang suka birokrasi. Isinya orang-orang formal yang nggak bisa nyantai dan masih banyak lagi. Ih, masa sih kehidupan anak organisasi seperti itu? Vista telah merangkumnya menjadi 4 hal yang hanya dirasakan oleh anak himpunan atau BEM.

Meskipun mereka dibilang kaku, anak organisasi bisa lebih menggila pada saatnya

Berwibawa dan menaati peraturan kampus mungkin hanya sebagian kecil dari citra yang dibangun anak organisasi. Sebagai perwakilan suara seluruh mahasiswa, mereka akan sedikit beda. Entah dari perilaku dan bagaimana cara mereka berpakaian. Apalagi seorang Presbem atau Presiden BEM. Aura-aura bijaksana dan dapat diandalkan adalah harga mati. Itu mengapa mereka tidak bisa bertingkah konyol atau cuek di depan banyak orang. Nah, hal ini juga yang membuat mahasiswa non-organisasi menganggap mereka kaku. Namun tidak 100% benar loh!. Seorang anak himpunan, petinggi organisasi sekalipun tetaplah mahasiswa. Mereka akan menggila dan juga berani berbuat aneh saat mereka bersama teman-temannya sendiri. Mereka tetaplah anak muda yang juga kadang jatuh hati. Mungkin mereka bisa mencoba dewasa saat dalam sebuah forum. Tapi saat mereka kembali ke lingkunganya, mereka akan menjadi anak umur 20 tahun biasa.

Bela-belain pulang malam untuk rapat dengan satu visi sama : membentuk generasi yang lebih baik

Tugas utama sebuah himpunan dan BEM adalah mengatur kehidupan mahasiswa kampus. Seperti menjaga agar tidak ada singgungan antar sebuah extra dengan extra yang lain. Mengadakan acara dan kegiatan mahasiswa. Selain itu, mereka juga bertugas untuk mengatur alur pembentukan karakter anak baru atau kita sering bilang OSPEK. Semua hal itu tentu membutuhkan sebuah persiapan. Mereka akan mengatur esensi sebuah kegiatan. Konsep acara dan pendanaan. Jika siang sudah mereka gunakan untuk duduk sebagai mahasiswa biasa, tidak dengan malam harinya. Mereka akan mulai begadang di malam harinya untuk mengadakan rapat. Syukur jika cepat selesai. Kadang bisa sampai dini hari. Jam istirahatpun mereka korbankan. Asal semua program kerja terlaksana, mereka dengan senang hati akan melakukanya.

Sering dimusuhi adik kelas dan bisa jadi tidak punya temen deket dalam satu kelas adalah resiko

OSPEK dan masa orientasi jurusan adalah moment dimana anak organisasi paling banyak beraksi. Wajah-wajah mereka akan banyak dikenali adik kelas. Sayangnya, niat hati untuk mendisiplinkan di tangkap berbeda. Tidak jarang junior akan mulai salah paham dan mulai tidak menyukai mereka. Yah, its okay kok. Toh, sebenarnya para junior itu belum paham maksud kegiatan melelahkan yang mereka buat. Begitu juga di kelas. Jarang kumpul dan keluar bareng sudah menjadi konsekuensi. Akibatnya, anak organisasi jarang punya teman dekat dalam satu kelas. Namun tidak selalu menyedihkan loh. Sebab, mereka akan mendapat teman senasib seperjuangan di organisasi. Teman-teman yang mempunyai pikiran dan visi yang sama.

Terbiasa untuk mengeluarkan pendapat, tahu etika berorganisasi dan mempunyai kemampuan leadership hanyalah sebuah bonus  

Selain persahabatan, seluruh rangkaian kegiatan anak organisasi akan memberikan manfaat tersendiri. Diantaranya adalah kemampuan untuk problem solving dan bermusyawarah. Mereka akan terbiasa menyampaikan sebuah pendapat dengan baik. Tidak memaksakan kehendak juga menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Selain itu, kehidupan berorganisasi juga akan memunculkan kemampuan anggotanya dalam aspek kepemimpinan.