Pendidikan Melawan Radikalisme
Tragedi bom Sarinah dan baku tembak yang terjadi 14 Januari 2016 di Jakarta kemarin berisiko memberikan dampak pada psychology anak. Jika tidak dibimbing secara benar, anak-anak kita akan berada dalam fase ketakutan dan juga rasa tidak nyaman. Tentu saja ini akan berpengaruh besar. Skill sosial dan cara berfikir mereka masih berkembang. Jika mereka terus menerus melihat dan mendengar berita negative bukan tidak mungkin mereka akan terhambat tumbuh kembangnya terutama kemampuan sosialnya.
Anak-anak cenderung mencerna informasi bulat-bulat. Dalam artian, mereka belum bisa berfikir dari sudut lain dan menganalisa why it happens. Disinilah peran orang tua dan guru sangatlah besar. Orang dewasalah yang ikut bertanggung jawab untuk memberikan pengertian. Karena pada dasarnya, rasa ingin tahu anak-anak sangatlah besar dan orang tua wajib memanfaatkan hal ini untuk selalu memberikan informasi postif..
Namun, ketika rasa tahu itu tidak mendapat jawaban yang memuaskan, mereka akan dengan mudah mendapat informasi dari media-media lain. Katakanlah jejaring sosial dan juga isu-isu yang beredar. Apalagi jika kita sudah mempercayakan anak-anak kita sebuah handphone. Maka pendampingan dan penjelasan dari orang tua sangatlah dibutuhkan.
Faktanya, Anak-anak yang “Tidak dekat dengan orang tua” lebih rentan terjerumus
Pemuda berusia 16-27 tahun rentan menjadi sasaran ajaran radikalisme. Rentang umur 16-27 tahun memang belum bisa digolongkan mature atau dewasa. Para oknum penyebar radikalisme juga sering memanfaatkan kondisi ekonomi dn juga keadaan psikis target. Sudah pasti mereka mudah memanfaatkan segi ekonomi karena oknum dapat dengan mudah mendoktrin “kesusahan mereka selama ini adalah kesalahan pemerintah”. Sedangkan dari segi psikis, oknum memanfaatkan lemahnya pengawasan orang tua dan kedekatan yang tidak terjalin. Anak-anak yang tidak mendapat pendampingan dari kecil membuat mereka memposisikan orang tua sebagai formalitas. Bukan tempat untuk berbagi masalah atau berdiskusi.
Apa yang Bisa Orang Tua Lakukan Untuk Anak Usia Dibawah 14 tahun.
- Orang tua bisa menyediakan waktu untuk berbicara mengenai terorisme dan radikalisme.
- Libatkan anak dalam diskusi dan pembicaraan
- Sesekali tanyakan pendapat mereka mengenai kasus yang sedang terjadi
- Arahkan kemarahan anak pada subject yang sebenarnya. Jika yang bersalah adalah pelaku. Bukan dari golongan mana mereka
- Ajak mereka untuk berfikir postif. Orang tua bisa menceritakan bagimana Indonesia selalu bangkit dari setiap masalah
- Jelaskan juga tugas polisi dan bagaimana aparat keamanan Indonesia sudah bekerja keras.
Apa yang bisa Orang Tua Lakukan Untuk Anak diatas 14 Tahun
Usia remaja adalah usia dimana mereka sudah mempunyai asumsi sendiri dan bisa melakukan sebuah tindakan. Peran orang tua kembali sangat berpengaruh pada mereka. Untuk menjaga anak-anak kita dari radikalisme.
- Berikan kepercayaan pada anak. Biarkan mereka untuk menggunakan jejaring sosial dan bergabung dalam komunitas sesuai bidang yang mereka sukai.
- Jaga komunikasi. Orang tua bisa memantau kegiatan anak tanpa perlu menjadi over protective. Seperti mengajak mereka untuk berbicara. Tanyakan hal-hal yang mereka sukai. Atau sesekali mintalah anak untuk mengajari kita memaninkan gadged atau basket(sesuai passion anak)
- Sering bercanda juga kan mencairkan suasana. Papa atau mama mungkin bisa menggoda apakah anak-anak mereka sudah mempunyai pacar atau belum
- Kenali teman-teman sang anak. Be welcome saat anak membawa teman ke rumah. Sempatkan untuk mengobrol sedikit. Semua anak pasti bangga jika orang tua mereka bisa disukai oleh teman-teman yang lain
Education is the most powerful weapon
Tidak ada senjata yang lebih ampuh untuk melawan segala jenis pengaruh buruk termasuk radikalisme selain sebuah pendidikan. Berikan anak pendidikan sebaik mungkin. Beri juga mereka lingkungan postif dan hangat untuk mendukung proses belajar. Individu yang yang berpendidikan tinggi dan bersifat professional lebih aman dari segala pengaruh.